Menguji adrenalin di Cunca Wulang


Aku telah melihat banyak keindahan Indonesia, beragam warna, bahasa dan budaya. Beberapa pasti menjadi perhatianku. Salah satu lokasi yang menjadi perhatianku adalah Cunca Wulang yang terletak di NTT (Nusa Tenggara Timur). Cunca Wulang adalah nama sebuah kampung di kecamatan Mbeliling, NTT.

Siapapun yang pernah ke sana pasti setuju, kalau Cunca Wulang, indah banget, apalagi travellers yang senang berwisata beda dari yang lain. Menurut saya, datang ke tempat ini seperti menguji adrenalin.

Menguji Adrenalin

Menguji adrenalin, melewati jembatan bambu yang mengubungkan antara tebing yang satu dengan yang lain. Tinggi tebing sekitar 3M

Cunca Wulang yang terletak sekiat 30km dari Timur Labuan Bajo, dan dikelilingi hutan hujan tropis. Perjalan menuju Cunca Wulang dari Labuan Bajo menggunakan kendaraan roda empat, memakan waktu sekitar satu setengah jam. Menjadi pusat perhatian turis lokal dan internasional karena air terjunnya yang mengesankan, kolam yang dasarnya bebatuan dan aliran sungainya. Turis/pengunjung dapat menikmati berenang di sekitar air terjun. Salah satu yang dapat dilakukan untuk menguji adrenalin tidak hanya sensasi melompat di tebing-tebing air terjun yang memiliki ketinggian berbeda – beda namun perjalanan menuju ke air terjun tersebut kita harus melewati hutan hujan tropis yang harus dilewati dengan trek naik turun melewati perbukitan yang memakan waktu sekitar satu jam hingga sampai di air terjun Cunca Wulang. Jangan lupa membawa makan dan minuman secukupnya karena sepanjang jalan tidak ada warung atau kedai yang menyediakan makanan dan minuman.

Ketika saya kesana, saya melihat beberapa turis melepas alas kakinya untuk ikut merasakan sensasi berjalan di atas tanah yang basah, kerikil kecil dan bebatuan besar, basah dan berlumut. Untuk menikmati wisata ini, saya didampingi seorang guide/pemandu wisata, yang merupakan masyarakat setempat.. Petugas di loket pembayaran akan merekomendasikan guidenya.

Cerita lain

Perjalanan waktu itu, bukan hanya menikmati keindahan Cunca Wulang dan menguji adrenalin, namun ada cerita lain, yaitu obrolan sepanjang jalan bersama Bapak pemandu wisata tersebut. Saya lupa namanya, sebut saja namanya Pak ‘G’.

Pak G, berumur sekitar 55 tahun, dengan perawakan kurus, tegap dan berkulit hitam, terlihat sudah terbiasa dengan medan perjalanan menuju Cunca Wulang. Bahasa Indonesianya fasih, dan sesekali menyapa rekannya yang lewat dengan bahasa lokal, yang sedang membawa tamu asing. Rute yang dilewati memang licin dan basah dan Pak G selalu waspada menjaga agar saya tidak terpeleset dan mengikuti langkah-langkahnya.

Tibalah disaat, kami istirahat, saya bertanya tentang Cunca Wulang dan Pak G menjawabnya dengan bersemangat dan sangat informatif.

“Pak, saya lihat, jarang sekali anak muda di kampung ini ya?” saya memulai pertanyaan sambil duduk beristirahat di atas sebuah batu besar.

“Pemuda di sini, pada keluar kampung mbak, mereka melanjutkan kuliah di kota lain, disinikan serba terbatas, lisrik aja nggak ada”

Ya, 3 tahun lalu, waktu saya kesana, Cunca Wulang adalah kampung yang sudah disulap menjadi kampung wisata yang tertata rapih, bersih dan sangat alami, penduduk disana menggunakan lampu petromak minyak tanah untuk penerangan. Kampung tersebut menjadi kampung wisata yang dikelola bersama dengan salah satu NGO dari luar.

Di akhir hari, saya sempatkan ngobrol dengan penjaga loket di pintu masuk, perempuan berwajah cantik yang saya kira orang lokal ternyata dia adalah mahasiswa yang ditugaskan NGO tersebut yang berdarah campuran, Itali dan Indonesia. Dia juga sempat bercerita bahwa, dia sudah setahun lebih tinggal di kampung tersebut dan mengirimkan laporan pekerjaan melalui email, untuk mengirimkan laporan tersebut dia harus mencari lokasi yang ada jaringan internet dan harus menggunakan motor/gojek.

Terlintas dipikiran saya, jika kampung yang indah ini dilengkapi dengan fasilittas atau infrastruktur yang memadai, pasti akan lebih keren dan lebih banyak wisatawan yang datang, ekonomi bertumbuh dan anak muda akan kembali ke kampungnya karena dengan kemajuan kampungnya akan banyak peluang bagi anak muda untuk membangun kampungnya.

Ya, saya yakin, kampung itu butuh anak-anak muda yang mau kembali ke kampungnya, untuk membangun kampung, andaikan masyarakat tersebut diberi kesempatan untuk merasakan pembangunan sehingga banyak peluang buat mereka….

“Kira-kira seperti apa ya sekarang ini?”